KONTAK BAHASA DAN BILINGUALISME: KETERANCAMAN VITALITAS BAHASA TUNJUNG DI DESA NGENYAN ASA, KABUPATEN KUTAI BARAT
Abstract
Abstrak
Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana kondisi kontak bahasa dan bilingualisme di Desa Ngenyan Asa, Kabupaten Kutai Barat yang dapat mempengaruhi kebertahanan hidup atau vitalitas bahasa Tunjung. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik angket (kuesioner) dan wawancara. Adapun teknik analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif dengan model interaktif yang terdiri atas reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ditemukan adanya kontak bahasa antarpenutur di Ngenyan Asa, yaitu bahasa Tunjung dengan Benuaq, Melayu Kutai, Banjar, Jawa, dan Indonesia. Penyebabnya, yaitu perpindahan penduduk, adanya buruh atau pekerja dari suku lain, adanya hubungan budaya yang dekat (suku Tunjung dan Benuaq), dan adanya ‘kontak belajar’ di sekolah. Masyarakat penutur bahasa Tunjung di Desa Ngenyan Asa juga cenderung dwibahasawan atau bilingualisme. Mereka menguasai bahasa Tunjung, bahasa Indonesia, dan bahasa Benuaq. Adanya kontak bahasa dan bilingualisme ini dapat mengancam vitalitas bahasa Tunjung. Bahasa Tunjung dapat tergeser oleh penggunaaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah lain yang dianggapnya lebih bergengsi, khususnya di kalangan generasi muda.
Abstract
This paper describes how the conditions of language contact and bilingualism in Ngenyan Asa Village, West Kutai district can affect the survival or vitality of the Tunjung language. Data collection techniques using questionnaires and interviews. The data analysis technique uses descriptive analysis techniques with an interactive model consisting of data reduction, data presentation, and drawing conclusions. Based on the results of research and discussion, it was found that there were contact languages between speakers in Ngenyan Asa, namely Tunjung languages with Benuaq, Kutai Malay, Banjar, Javanese, and Indonesian. The reasons for this are the movement of the population, the existence of laborers or workers from other tribes, the existence of close cultural relations (the Tunjung and Benuaq tribes), and the 'learning contacts' at the school. The Tunjung language community in Ngenyan Asa Village also tends to be bilingual or bilingualism. They mastered Tunjung, Indonesian and Benuaq. The existence of language contact and bilingualism can threaten the vitality of the Tunjung language. The Tunjung language can be displaced by the use of Indonesian and other regional languages which it considers more prestigious, especially among the younger generation.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Aritonang, dkk. (2019). “Vitalitas Bahasa Tunjung”. Laporan penelitian. Samarinda: Kantor Bahasa Kalimantan Timur.
Chaer, A. dan Leonie Agustina. (2010). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Djuwarijah, S. (2008). Kontak Bahasa antara Komunitas Tutur Bahasa Jawa dan Komunitas Tutur Bahasa Samawa di Kabupaten Sumbawa. Mataram: Kantor Bahasa Provinsi NTB.
Fauziah, S. (2015). “Pemakaian Bahasa Daerah dalam Situasi Kontak Bahasa”. Jurnal Al-Munzir, Volume 8, Nomor 2, November 2015.
Foley, W. A. (1997). Anthropological Linguistics: an Introduction. Malden, USA: Blackwell Publishers Inc.
Liliweri. (2002). Makna Budaya dalam Komunikasi antar Budaya. Jakarta: LkiS.
Mahsun. (2005). Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Miles, M. B. dan A. Michael Huberman. (2007). Analisis Data Kualitatif. (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI-Press.
Soekanto, S. (2005). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Thomason. (2001). Language Contact. Edinburg: Edinburg University Press Ltd.
Weinreich, U. (1953). Languages in contact: Findings and problems. New York: Linguistic Circle of New York.
Widoyoko, E. P. (2013). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
DOI: https://doi.org/10.22515/tabasa.v1i2.2589
Refbacks
- There are currently no refbacks.